CORTEX dan 1,3 Triliun yang Enggak Jalan: Kenapa Sistem Pajak Kita Error Terus?
CORTEX dan 1,3 Triliun yang Enggak Jalan: Kenapa Sistem Pajak Kita Error Terus?
Beberapa waktu lalu, Menteri Keuangan baru kita, Pak Purbaya, bilang kalau bakal beresin sistem CORTEX dalam waktu sebulan. Katanya, bakal datengin ahli-ahli IT dari luar. Tapi "luar" yang dimaksud ini dari luar negeri atau cuma luar kementerian, ya?
Pertanyaanku cuma satu: emang bisa diberesin dalam sebulan?
Soalnya banyak banget ahli IT yang udah bilang sejak lama — CORTEX ini gagal dari desainnya. Dan bukti-buktinya udah kelihatan dari awal.
Masalah yang Sudah Kelihatan Sejak Awal
Kita ulang dikit ya. Dari awal aja, sistem CORTEX ini udah kedapatan pakai database Tibero dari Korea, karena memang vendornya dari sana. Nah, aku cuma mau nanya satu hal:
Emang Tibero ini cukup kuat buat ngelayanin data pajak ratusan juta penduduk Indonesia?
Terus, muncul lagi temuan lain: ternyata CORTEX dibangun pakai template dari perusahaan luar, namanya Catch Custom and Taxation System. Bayangin aja, software pajak negara sebesar Indonesia dengan sistem yang super kompleks, dibangun dari template yang "jadi" lalu dimodifikasi. Dan itu pun nilainya 1,3 triliun rupiah.
Kalau ini bukan kesalahan desain fatal, aku nggak tahu lagi mau nyebut apa.
Masalah Utama: Skalabilitas, Bukan Sekadar Fungsi
Aku sering lihat banyak proyek pemerintah yang mikirnya, "yang penting bisa jalan dulu." Padahal bikin software nggak cukup cuma bisa fungsi.
Misal di CORTEX ada fitur buat bikin NPWP baru. Pas dites, berhasil daftar, ya udah dianggap beres. Padahal yang seharusnya dipikirin:
"Gimana kalau ada 100 ribu orang daftar bareng-bareng?"
CORTEX mungkin lolos uji fungsionalitas, tapi gagal di skalabilitas — nggak siap menampung beban pengguna sebesar Indonesia. Makanya, waktu diluncurin, hasilnya ya kayak sekarang: error, nggak bisa dibuka, dan bikin frustrasi.
Benerin Sebulan? Bisa, Tapi Fokusnya Harus Tepat
Aku sempat diundang buat ngomong soal ini, dan jujur aku bilang:
"Masalah utama CORTEX itu simpel — nggak bisa dibuka."
Padahal begitu udah kebuka, banyak fitur sebenarnya bisa jalan. Tapi masalah "nggak bisa dibuka" itu bukan hal sepele. Itu tanda masalah desain di level arsitektur sistem.
Software yang diakses 100 orang, 1.000 orang, sampai sejuta orang — itu semua beda cara mainnya. Kalau cuma diakses 100 orang, cukup sistem monolitik sederhana. Tapi kalau sejuta orang kayak pengguna CORTEX, kamu udah harus main di level microservices, load balancing, auto-scaling, bahkan multi-region cloud.
Pertanyaannya sekarang:
- CORTEX dites sampai level itu nggak?
- Ada hasil uji skalabilitasnya nggak?
Kalau mau diberesin dalam sebulan, fokus dulu ke skalabilitas. Tapi kalau mau dibenerin total, ya harus dibangun ulang dari nol.
Analoginya Gampang: Ferrari di Rangka Avanza
Kalau diibaratkan mobil, CORTEX ini bodinya aja udah Avanza, tapi mau dikasih mesin Ferrari. Ya jelas jebol. Harusnya dari awal rangkanya juga Ferrari, baru bisa ngebut. Dan ini yang nggak dipahami dari proyek-proyek "instan" kayak gini.
Kenapa Nggak Gunakan Anak Bangsa Sendiri?
Yang bikin aku makin heran, kenapa mesti pakai vendor luar negeri? Padahal anak-anak bangsa di startup kita banyak yang jauh lebih jago.
Banyak engineer Indonesia yang tiap hari ngurusin sistem berskala jutaan pengguna. Mereka udah biasa mikirin hal-hal kayak auto-scaling, caching, multi-cloud, dan sebagainya. Kenapa nggak libatkan mereka?
Logikanya simpel:
Kalau kita bisa bangun startup raksasa di Asia Tenggara, masa bikin sistem pajak sendiri aja nggak bisa?
UI dan UX-nya: 1,3 Triliun Tapi Kelihatan Gratisan
Dan ini bagian yang paling bikin aku geleng kepala. Coba deh buka tampilan CORTEX — icon-nya aja ngambil dari Google. Bayangin, aplikasi senilai 1,3 triliun tapi tampilannya kayak template gratisan.
UI/UX itu bukan sekadar "hiasan". Di dunia digital, desain yang rapi dan profesional itu bagian dari kredibilitas. Coba bandingin sama website pajak Singapura, deh. Rapi, bersih, cepat, dan kelihatan mahal — padahal aku yakin anggarannya nggak sampai segitu.
Penutup
Jadi, apakah CORTEX bisa dibenerin dalam sebulan? Bisa, asal fokusnya ke skalabilitas dan bukan tambal sulam. Tapi kalau mau beneran beres dan tahan lama, ya harus dibangun ulang dari nol — dengan desain yang benar, dan melibatkan anak-anak bangsa sendiri.
Karena jujur aja, di Indonesia banyak banget software engineer dan developer yang capable. Kita cuma perlu dikasih kepercayaan.
Makasih udah baca sampai sini. Kalau kamu juga ngerasa capek lihat uang triliunan melayang tapi hasilnya error terus, ya... kita sama. 😅
"👉 Sistem CORTEX senilai 1,3 triliun masih error karena masalah desain dan skalabilitas. Saatnya melibatkan ahli IT Indonesia yang lebih capable untuk membangun sistem yang benar-benar berfungsi."